Sabtu, 15 Desember 2012

Capres 2014 Harus Bersih dari Berbagai Masalah


YOGYAKARTA,(PRLM).- Calon pemimpin yang menggantikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada pemilihan presiden 2014 harus bersih dari berbagai masalah
pelanggaran hak asasi, politik maupun masalah ekonomi.
Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman menyatakan pemimpin "bersih" dari beban sejarah maupun masalah aktual lebih besar peluangnya membawa kebaikan dan kemajuan bangsa.
"Pemimpin yang memiliki beban sejarah, masalah politik, hak asasi manusia sampai masalah ekonomi, akan sulit melangkah. Calon pemimpin harus clear (bersih) dari berbagai persoalan," kata dia menjawab pertanyaan di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Rabu (12/12).
Dia menepis pernyataannya ditujukan kepada sosok calon presiden Aburizal Bakrie, misalnya. Kriteria calon presiden (capres) 2014 yang dimaksudkan, kata dia, berlaku kepada siapapun.
"Presiden Yudhoyono tidak bisa mencalonkan lagi pada pemilihan 2014,semua calon pemimpin dari manapun terbuka untuk mencalonkan diri pada pemilihan presiden 2014," kata dia.
Dia menyatakan rekrutmen capres harus dibuka dan diberi ruang seluas-luasnya.
"(Capres) jangan dimonopoli segelintir elit yang menguasai partai politik. Partai dan semua elemen demokrasi, baik dari kampus maupun elemen sipil lain, perlu mendorong lebih luas (rekrutmen pemimpin,red)." ujarnya.
Mengacu syarat capres minimum didukung partai yang memperoleh 20 persen suara/kursi di parlemen dari partai-partai, menurut dia menjadi masalah bagi capres yang tidak memiliki kendaraan politik.
Begitu juga syarat minimum partai meraih suara 3,5 persen, ini memuluskan partai-partai tertentu saja yang bisa memenuhi.
"Jika berpatokan perolehan suara parlemen dan suara partai itu, capres yang muncul hanya dua sampai tiga calon saja," ujar dia.
Irman berpendapat jumlah capres yang terbatas bisa mengurangi peluang mendapatkan pemimpin terbaik. Prinsip dia jumlah capres makin banyak akan semakin besar peluang memilih pemimpin yang lebih baik.(A-84/A-107)***

Capres 2014 tak Cukup Hanya Andalkan Popularitas


REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR--Calon presiden (Capres) pada Pemilihan Umum tahun 2014 mendatang dinilai tak cukup hanya mengandalkan popularitas, tetapi harus sejalan dengan kompetensi dalam memimpin Indonesia.

"Kita harus pilih calon yang memiliki kompetensi bukan sekedar populer atau pencitraan, tetapi kita harus cermat melihat latar belakang 'track record' setiap calon sehingga kita tidak salah pilih," kata Dewan Pembina Kader Bangsa Fellowship Program, Luhut Binsar Pandjaitan yang menjadi pembicara dalam Rembug Nasional yang digelar Komunitas Lintas Bumi Persada, di Desa Batubulan, Kabupaten Gianyar, Bali, Sabtu.

Menurut dia, selain harus memiliki kompetensi dalam berbagai hal, kandidat juga harus kompeten dalam ekonomi, kepemimpinan, kebangsaan, nilai plulrisme yang harus dipahami.

Mengenai banyaknya kalangan selebritis Tanah Air yang beberapa di antaranya sudah menduduki kursi sebagai wali kota, bupati, gubernur, atau yang akan maju mencalonkan diri sebagai pemimpin di daerah bahkan mencalonkan diri menjadi presiden, Purnawirawan jenderal TNI itu mengungkapkan bahwa figur tersebut harus tetap memiliki kompetensi bukan semata populer.

"Apa untuk memerintah negeri sebesar ini cukup hanya populer?. Saya tidak 'mendowngrade', maaf ya, seorang artis, tetapi tetap itu memerlukan pengalaman yang baik untuk menjadi pemimpin dalam era seperti ini," ujar Luhut.

Sementara itu dari sekian banyak nama-nama kandidat yang layak menjadi calon presiden, menurutnya kemungkinan besar hanya memunculkan tiga nama melalui tiga partai besar yang menjadi kendaraan politiknya untuk maju menjadi capres 2014.

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Singapura di masa Pemerintahan Presiden Habibie itu menyatakan bahwa, hal itu disebabkan karena adanya 3,5 persen untuk "parlementary treshold" dan 20 persen "presidential threshold".

"Artinya kalau 3,5 persen dari partai politik, maka yang bisa masuk parlemen mungkin delapan hingga sembilan partai. Kalau dari hasil survei yang kita lihat, maka cuma ada tiga partai yang mendapat 20 persen, artinya peluang calon presiden hanya tiga," katanya.

Sehingga bagi calon presiden yang menawarkan diri, lanjut Luhut, memiliki peluang yang kecil karena beberapa partai besar telah mengusung calon kuat mereka.

"Partai Golkar sudah ada calon, mau tidak mau Golkar sudah ada pilihan. PDI-P ada Megawati, sedangkan Demokrat saya belum tahu, tetapi tidak mungkin Demokrat memilih yang belum jelas. Kalau itu skenarionya maka calon yang menawarkan diri peluangnya akan kecil," tegasnya.

"Jelas sekarang lebih baik dibandingkan delapan tahun lalu oleh karena itu presiden akan datang harus mampu mengkapitalisasi sukses 'story' ini. Kita tetap harus cari pemimpin yang mampu meningkatkan pemerataan, tak hanya pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi itu hanya dinikmati segelintir elit," katanya.
Redaktur: Taufik Rachman
Sumber: antara

Selasa, 11 Desember 2012

Capres 2014, Tidak Melanggar HAM dan Blepotan Korupsi


Pemimpin tidak sekedar santun tapi juga amanah.
JAKARTA, Jaringnews.com - Pengamat Politik Lembaga Ilmu Penelitian Indoenesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan, untuk kepemimpinan Indonesia kedepan dibutuhkan pemimpin yang amanah, dan tidak sekedar retorika.

"Apalagi masalah integrasi bangsa bukan persoalan yang sepele yang harus diabaikan, dan masalah korupsi yang meraja lela juga menjadi persoalan tersendiri bagi bangsa ini. Kerena itu kita tidak ingin pemimpin yang punya masalah hak asasi manusia (HAM) dan blepotan dengan kasus korupsi, "ujar Siti dalam dialog Kenegaraan "Calon Presiden Dalam Konstitusi dan praktek," di Komplek Parlemen, Senayan Jakarta, Senin (10/12).

Pemimpin yang tegas,jelasnya, jangan dikotonomikan seolah-olah dari kalangan militer. "Saya tidak setuju bila dikatakan pemimpin yang tegas dari militer,seolah-olah kalau tidak dari militer tidak tegas,"ujarnya.

Dia mengemukakan, pada Pemilu Presiden 2014 yang akan datang, tidak sekedar mencari pemimpin yang santun, tetapi juga amanah.

Karenanya, kata Siti, untuk capres idealnya dikehendaki oleh rakyat, dan didukung oleh partai politik.

"Partai-partai tidak boleh memaksakan kehendaknya sendiri, tetapi harus melihat kehendak rakyat. Jangan lagi kita diberi cek kosong, dan jangan ada dusta diantara kita, "katanya.

Sementara, Politisi Partai Gerindra Martin Hubarat mengatakan, bagaimnana presiden yang akan datang dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

"Puluhan juta sarjana yang dikeluarkan setiap tahunnya, tapi sangat sulit untuk mencari lapangan pekerjaan," terangnya.

lanjut Ketua Fraksi MPR Partai Gerindra ini, ratusan ribu mahasiswa menjadi sarjana tapi mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan.

"Sekarang ini rakyat mencari figur calon presiden yang anti korupsi, "katanya.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua MPR Melani Leimena mengatakan, Partai Demokrat lebih menfokuskan pada Pemilihan legislatif 2014. "Tentunya Demokrat lebih melihat hasil Pileg, dari hasil itulah nanti majelis tinggi partai yang menentukan, "uajr Melani.

Capres dari Partai Demokrat, jelasnya, bisa dari internal partai, dan bisa juga dari eksternal Partai. Namun, katanya, semua Capres ditentukan majelis tinggi partai.   
 
(Ral / Ral)

Senin, 10 Desember 2012

SBY Tidak Calonkan Ani Yudhoyono Jadi Capres 2014


Seusai hasil Pileg 2014, Partai Demokarat akan usung Capresnya.
JAKARTA, Jaringnews.com - Partai Demokrat akan mengusulkan calon presiden setelah hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 2014. "Sampai saat ini Partai Demokrat belum mengemukakan siapa Capres yang akan diusung, "ujar Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Melani Leimena, dalam diskusi Dialog Kenegaraan bertajuk "Calon Presiden Dalam Konstitusi dan Praktek", di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/12).

Hadir dalam diskusi tersebut, Politisi Partai Gerindra Martin Hutabarat, dan Pengamat Politik LIPI Siti Zuhro.

Lebih lanjut Melani mengatakan, Presiden SBY,yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat tidak akan mencalonkan isterinya, Ani Bambang Yudhoyono untuk Capres 2014.

"Meski diberbagai daerah, atau perkumpulan Persatuan Wanita Republik Indonesia (PWRI) mengusulkan untuk mengusung Ani sebagai Capres 2014, akan tetapi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat sudah mengatakan tidak akan mencalonkan bu Ani kedepan, "ujarnya.

Lebih lanjut, Melani mengutarakan, target Partai Demokrat hasil Pemilu 2014 mencapai tiga besar. "Seusai hasil Pemilu legislatif maka Partai Demokrat akan berbicara mengenai capres yang diusung, "ujarnya.

Dia mengemukakan, Capres dari Partai Demokrat berdasarkan hasil rapat dewan majelis tinggi Partai. "Bisa saja dari internal, atau eksternal partai, "tambah Melani, namun dia enggan memerinci nama-nama yang mau diusulkan tersebut.
(Ral / Ral)Sebenarnya, Sah-sah saja jika Ibu Ani diusung jadi capres, namun kalau melihat Ani Yudhoyono di dunia politik Indonesia, perannya selama ini masih asing. Kalau saja bukan karena Istri seorang presiden dan seorang politisi, Ani tidak akan terbaca di dunia politik Indonesia.
Kalau dilihat dari sisi partai yang mengusung, Ani punya peluang besar untuk lolos jadi presiden 2014 karena Partai yang mengusung (Demokrat) cukup besar, itupun kalau partai Demokrat segera membenah diri dan melakukan konsolidasi-konsolidasi. Namun bila dilihat dari sisi kemampuan Ani dalam perpolitikan, Ani masih perlu belajar tentang politik bila dibanding dengan Megawati, Poan, dan Yenny Wahid. Makanya SBY menolak jika Ani yang diusung. Itu penolakan yang tepat karena SBY lebih memkirkan masa depan Indonesia bukan keluarga.

Mengapa saat ini Ani yang digadang-gadang jadi calon presiden oleh Demokrat? Karena Partai Demokrat tidak mempunyai figur kader yang mumpuni, Ani itu calon presiden alternatif, artinya di Partai Demokrat tidak ada figur lain selain Ani. Sebenarnya Anas lebih layak bila dibanding Ani, namun sayang Anas tersandung kasus.

Masalah capres dari Partai demokrat biarlah Partai Demokrat yang menentukan, saya yakin Partai Demokrat akan memberikan yang terbaik untuk Indonesia. Sedangkan masalah pemilih Ani, saya serahkan sepenuhnya kepada individu rakyat Indonesia, karena rakyat Indonesia saat ini sudah cerdas-cerdas dan mampu memlih yang terbaik di antar yang baik. Amin….

Jumat, 30 November 2012

BIOGRAFI HATTA RAJASA


Setelah enam dekade lebih, kini nama Hatta kembali lengket ditelinga kita. Akan tetapi, penyebutan nama itu tak lagi merujuk pada sosok Mohammad Hatta, melainkan tertuju pada politisi handal berambut perak, Hatta Rajasa.
Hatta. Sebuah nama yang lekat dalam konteks perpolitikan nasional. Pada era kemerdekaan, nama itu akrab dengan tempelan “Bung”, yaitu “Bung Hatta”. Sebutan itu merujuk pada salah satu tokoh proklamator kemerdekaan dan wakil presiden pertama Indonesia, Mohammad Hatta. Karena jasa-jasanya, nama itu kemudian diabadikan melaui penyebutan bandar udara internasional di Jakarta, Soekarno-Hatta.

Setelah enam dekade lebih, kini nama Hatta kembali lengket ditelinga kita. Akan tetapi, penyebutan nama itu tak lagi merujuk pada sosok Mohammad Hatta, melainkan tertuju pada politisi handal berambut perak, Hatta Rajasa.

Lekatnya nama Hatta Rajasa dalam konteks politik kekinian, tak lepas dari peran sentral dan kerja keras Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu dalam mewarnai ranah politik kita. Sejak memutuskan menjadi politisi pada 1999 melalui jalur PAN, ia terus memperbaiki karir dan kian menancapkan namanya. Sebelum masuk kejalur politik, ia merupakan pengusaha dan CEO sukses.

Merujuk catatan perjalanan karir Hatta Rajasa di bidang politik, ia merupakan politisi yang sangat gemilang. Di partai politik, ia berhasil mencapai posisi puncak sebagai Ketua Umum PAN. Di dalam jabatan politik birokrasi, ia pernah menduduki posisi empat kementrian (Menristek, Menhub, Mensesneg, dan Menko Perekonomian). Hebatnya, ia menduduki posisi-posisi tersebut di tiga masa periode kepemimpinan presiden, yakni satu periode di masa kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri dan dua periode di masa kepemimpinan Presiden SBY. Ke depan, karier politik Hatta Rajasa sepertinya akan terus menajak. PAN yang melakukan Rakernas pada 10 – 11 Deseber 2011, telah mendaulatnya menjadi satu-satunya calon presiden yang akan diusung pada pemilihan presiden tahun 2014.

Hatta Rajasa memang dikenal sebagai sosok yang memiliki kompetensi, loyalitas, dan profesionalitas dalam menjalani karier. Tak heran jika sejak Sejak era kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ia selalu dipercaya untuk menduduki pos menteri di setiap kabinet. Realitas itu dapat menggambarkan bagaimana kapasitas politisi asal Palembang ini.

Bahkan, ia merupakan menteri yang langsung paling aktif pada hari pertama sejak sidang perdana Kabinet Indonesia Bersatu I dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2004. Hatta langsung bekerja mempersiapkan program kerja 100 hari Departemen Perhubungan. Dengan kemampuan manajerial dan kecepatan mengambil keputusan, Hatta tampak tidak membutuhkan satu hari pun masa adaptasi dan pengenalan masalah di departemen yang ia pimpin. Politisi kelahiran 18 Desember 1953 ini tidak hanya memberi instruksi dari belakang meja, tapi juga terjun langsung ke pusat-pusat pelayanan yang dianggap memerlukan perhatian dan penanganan khusus. Tidak heran jika kemampuan manajerial dan kecepatan mengambil keputusan itu kemudian mengantarkan Hatta menduduki kursi menteri koordinatoor perekonomian pada Kabinet Indonesia Bersatu II.

Selain itu, Hatta Rajasa juga dikenal piawai dalam melakukan komunikasi politik. Sebagai contoh, saat muncul dua arus kekuatan besar pasca-Pemilihan Umum 1999 antara kubu BJ Habibie dan Megawati Sukarnoputri, Hatta bersama Amien Rais aktif menggalang komunikasi dan lobi politik untuk meredam situasi panas saat itu dengan mengusung kekuatan ”poros tengah” dan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden. Kemudian dalam proses peralihan kepemimpinan dari Abdurrahman Wahid kepada Megawati Soekarnoputri, ia juga menunjukkan kemampuan komunikasi dan lobi politik dalam memunculkan pilihan-pilihan solusi. Pun kala Presiden SBY “terkurung” dalam situasi sulit, nama Hatta Rajasa selalu menjadi yang terdepan dalam menjalin komunikasi “lobi” politik.

Jika dicermati, kunci sukses Hatta Rajasa dalam menjalani karier politik, tak lepas dari sikapnya dalam memandang sebuah profesi. Menurutnya, saat melakukan sesuatu, jangan ada dualisme. Fokus dan kerjakan sesuai dengan porsi dan tempatnya. Tak heran jika kemudian saat ia menjalani tugas sebagai menteri, tak pernah membawa jaket sebagai ketua umum partai politik. Kerap kali wartawan harus “gigit jari” saat meminta konfirmasi tentang masalah politik di tempat kerja. Ia Cuma menjawab “saya saat ini sebagai menteri, bukan ketua umum partai politik”.

Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa keluarga juga merupakan kunci sukses lain Hatta Rajasa dalam menjalani karier. Ia dikenal sebagai pribadi penyayang keluarga (family man). Sementara itu, gaya hidup keluarga pun tidak berubah ketika ia menduduki jabatan birokrasi pemerintahan. Sang istri tetap setir mobil sendiri, bahkan Hatta sangat marah jika mendapatkanprevilage di jalan raya, seperti mendapatkan pengawalan motor patwal. Meskipun beresiko terkena macet, ia justru menikmati hal itu, “Saya tak biasa jika harus diistimewakan. Kalau tidak ingin tejebak macet harus berangkat lebih awal”, pungkas Hatta soal bagaimana menyiasati waktu.

Ilustrasi di atas merupakan gambaran singkat dari pribadi Hatta yang terekam dalam aktivitas sehari-hari. Sungguh sangat beruntung jika seluruh pebjabat birokrasi pemerintahan di Indonesia memiliki pribadi seperti itu. Total, loyal, profesional, dan bersahaja ala Hatta Rajasa itulah yang sudah mengantarkan dan menancapkan namanya di pentas perpolitikan nasional.

Jika kita menyebut nama Hatta dalam konteks politik kekinian, sepertinya referensi kita akan tertuju pada sosok Hatta Rajasa, bukan lagi pada Mohammad Hatta.

PAN Pastikan Usung Hatta Radjasa Capres 2014

Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa(antarafoto/Maril Gafur)

Jakarta, GATRAnews -  Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi DPP Partai Amanat Nasional (PAN), Bima Arya Sugiyarto di Jakarta, Kamis, (29/11) menerangkan, partainya siap mengusung Ketua Umum PAN, Hatta Radjasa sebagai calon presiden (Capres) 2014. "Partai sudah memutuskan, tinggal momentum saja secara tepat. Dari dirinya sendiri (Hatta Rajasa-Red) secara moril sudah siap, tapi tunggu waktu yang tepat," kata Bima. 

Menurutnya, untuk memenangkan Ketua Umumnya pada pemilihan presiden (pilpres) mendatang, pihaknya telah melakukan komunikasi politik dengan partai lain, baik dengan Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. "Dengan demokrat kita punya hubungan yang spesial. Berharap koalisi biru ini akan berlanjut. Kita berkomunikasi dengan semua pihak, dan saya buka. Kemungkinan ada koalisi biru merah sih, tapi lihat nanti saja," ujarnya. 

Selain menjajaki berkoalisi dengan partai nasionalis, PAN juga akan melakukan komunikasi dengan partai-partai berbasis Islam. "Buat kita, skenario 2014 tidak hanya dengan partai Islam. Koalisi ditentukan dalam hal platform dan menyelesaikan permasalahan bangsa," ujarnya. 
Terkait pendamping Menteri Kordinator Perekonomian pada Pilpres nanti, pihaknya belum dapat menentukan, alasannya, PAN masih mengamati hasil survei. "Kita mengamati hasil survei, sangat mungkin kombinasi chemistry (kecocokan-Red) integritas dan orang Jawa karena sangat diperhitungkan faktor luar Jawa," ujarnya.

Arya menampik belum percaya diri untuk mencalonkan Ketum PAN tersebut pada pilpres mendatang. Belum diresmikannya Hatta sebagai capres dari PAN karena saat ini Ketum partai berlambang matahari itu masih fokus di Kabinet Indonesia bersatu jilid II.

"Tahun depan kita yakin akan ada ekskalasi. Tahun depan pasti kita akan ngegas. Jadi Pak Hatta bukan gak pede, Bang Hatta masih mempertimbangkan untuk  membagi antara tugas negara dan strategi 2014," pungkasnya.

Kamis, 29 November 2012

Lima Tokoh Paling Berkualitas untuk Capres 2014



JAKARTA, KOMPAS.com — Sebanyak 223 responden terpilih (opinion leader) diminta menilai kualitas personal tokoh-tokoh nasional yang pantas maju sebagai calon presiden pada Pemilu 2014. Hasilnya, ada lima figur paling berkualitas, yaitu Mahfud MD, Jusuf Kalla, Dahlan Iskan, Sri Mulyani Indrawati, dan Hidayat Nur Wahid.
Kelima tokoh itu menduduki lima urutan teratas sebagai pemimpin berkualitas pribadi unggul. Mereka dianggap memiliki kapabilitas (kemampuan), integritas (kepribadian), dan akseptabilitas (diterima semua kalangan) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain saat ini.
Itulah salah satu hasil survei Calon Presiden Indonesia 2014, penilaian opinion leader oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI), sebagaimana disampaikan Direktur Eksekutif LSI Kuskridho Ambardhi, Rabu (28/11/2012), di Jakarta.
Survei yang dilakukan pada Januari-Mei 2012 itu menggali opinion leader dari para responden tingkat atas. Mereka terdiri dari lulusan S-3 dari berbagai latar belakang, pemimpin redaksi media massa, pengusaha nasional, dan purnawirawan jenderal. Mereka menilai 24 nama tokoh dengan lima kriteria utama, yaitu bisa dipercaya, tidak pernah terlibat korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), tidak pernah melakukan tindakan kriminal, mampu memimpin negara serta pemerintahan, dan berdiri di atas semua kelompok.
Dari 24 nama yang dinilai, hanya 18 tokoh yang lulus uji kualitas personal. Lima nama di antaranya memperoleh nilai di atas 70 dari rentang nilai antara 0 sampai 100. Mereka adalah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD (nilai 79); mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (77); Menteri BUMN Dahlan Iskan (76); mantan Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati (72); dan Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR Hidayat Nur Wahid (71).
Beberapa tokoh populer justru dinilai memiliki kualitas personal lebih rendah, seperti Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri (68), Hatta Rajasa (66), dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto (61). Bahkan, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie tidak masuk dalam daftar 18 tokoh yang lolos uji.
Menurut Kuskridho, hasil survei kualitas personal itu menyuguhkan nama-nama serta urutan yang berbeda dalam bursa calon presiden pada Pemilu 2014. Survei versi opinion leader itu menempatkan sebagian nama-nama yang tidak terlalu unggul dalam survei dengan responden publik umum dalam deretan teratas. Sebaliknya, nama-nama peringkat atas dalam survei publik, justru mendapat nilai rendah, bahkan ada yang tidak lolos dalam survei ini.
"Kami mencari calon-calon yang berkualitas personal unggul meski sebagian belum terlalu dikenal. Proses selanjutnya tergantung pada kemauan tokoh itu, masyarakat, dan partai politik yang berwenang mengajukan calon presiden," katanya.
Editor :
Nasru Alam Aziz

Selasa, 27 November 2012

Sang Kandidat Presiden RI 2014


Bursa Pemilihan Presiden (Pilpres) masih cukup lama, namun gaung isunya bak harumnya wewangian gadis remaja. Berbagai figur sudah ditampilkan dalam bentuk terang-terangan maupun masih sembunyi-sembunyi. Abu Rizal Bakrie(Ical) adalah salah satu figur yang sudah tampil terang-terangan. Pegangan sebagai Ketua Umum Partai Beringin (Golkar) akan besar peluang untuk  mengantarkannya kedalam Calon Presiden 2014 nanti.
Pada perkembangannya secara internal apalagi eksternal tokoh berlatar belakang keluarga pengusaha ini menjadi “taruhan” polemik. Peluang dan hambatan untuk bisa lolos di bursa panggung pemilihan presiden nanti. Saya becermin dari ungkapan pengantar di atas, saya semakin mendukung bila ada figur (Capres) yang dijejali “isu negetif” - karena itu juga bagian dari upaya membesarkan bangsa lewat ragam wacana.
Dari perjalanan mengikuti bagian kecil dari pertaruhan Pilpres 2004 dan  2009, ternyata saya berani berasumsi kalau Pilpres 2014 jauh lebih seru dan menarik. Dibalik tokoh yang “dimunculkan”  kian mendapat sorotan tajam dari publik. Media elektronik,  khususnya internet memberi dukungan untuk sesama pendukung atau bukan pendukung untuk saling menghubung seraya berbagi secara terbuka. Penilaian publik pun tidak tanggung-tanggung - mereka berinteraksi secara sangat cepat, berbahasa gaul,  tajam,  lugas  dan penuh bau kritik.
Satu pilihan, yang manakah yang lebih diutamakan antara publisitas figur calon ataukah isu aktual dari konsep kepemimpinan ke-Indonesiaan untuk  tahun 2014 dan seterusnya.
Orang akan sangat mudah memmbuat polemik Aburizal Bakrie dengan kasus Lapindo. Begitu pula gonjang-ganjing dia dengan Jusuf kalla dan Akbar tanjung. Sosok yang lain, Prabowo, Ketua Pembina Partai Gerindra, juga masih diungkit dengan “keterlibatan” dia dengan mahasiswa (1998). Megawati atau PDIP yang masih bernaung dibawah panji “kerakyatan yang semu”. Wiranto dengan kekalahn dua kali membuat publik ragu kalau mantan Jendral ini ingin maju kembali. Hatta Rajasa akan diragukan. Masa “kekurangan” Jusuf Kalla saat mendamping SBY 2004-2009 pun masih menjadi catatan. Mahfud MD dan Dahlan Iskan berpeluang, namun dari mana benderanya?
Belajar Kepemimpinan
Sindirian keras terhadap “kekurangan” Aburizal Bakri tidak seimbang dengan mendiamkan “kekurangan”  figur lainnya. Mari kita terbuka dan bermain secara fair.Siapa pun anak bangsa tetap mendapat tempat untuk diberi kesempatan tampil di panggung Pilpres sekali pun. Semakin diangkat ke permukaan  benang kusut semua figur tanpa kecuali,  akan semakin baik untuk semua anak bangsa mengenal calon pemimpinnya.
Kita harus berterima kasih kepada Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau lah Presiden Indonesia yang cukup lama (masa periode) bertahan dibanding presiden lainnya - urutan ketiga terlama  setelah Soeharto, Soekarno. Masa yang panjang ini telah memberi ruang untuk banyak pihak mencatat sepak terjang gaya kepemimpinannya. Banyak yang suskes, tapi tidak sedikit juga yang belum berhasil. Semoga saja dari sisa periode bersama Boedionno dan Kabinet Reformasi Jilid II  dapat memburu yang masih tertinggal.

Sabtu, 24 November 2012

Menguliti Bakal Calon Presiden Indonesia 2014















Pemilihan Umum masih sekitar 2 tahun lagi, tepatnya tahun 2014. Tapi kasak-kusuk para politisi tentang siapa calon presiden Indonesia berikutnya sudah sangat nyaring di telinga. Jika ini dianggap pekerjaan sia-sia belaka, tunggu dulu. Bagi saya inilah bagiann sosialisasi politik yang di dalamnya memuat pesan pendidikan politik juga. Biar masyarakat Indonesia tahu, siapa figur-figur yang akan muncul, baik yang sudah lama di jagad politik maupun yang baru lahir kemarin sore. Ikhtiar ini perlu dilakukan, sebab media sudah sangat terbuka sekali, kritik dari segala penjuru terhadap realita “politik basi” yang acap kali dipertontonkan para politisi. Minimal agar para politisi munafik tersadarkan jika masyarakat Indonesia sudah semakin cerdas. Jadi penting memang ketika kita berusaha membedah para bakal calon pemimpin nasional pengganti Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Mimpi (Bakrie) Terendam Lumpur
Nama pertama yang saya coba analisis adalah Aburizal Bakrie (AB). Penempatan AB dalam pembahasan pertama bukan karena saya mengimani survei versi Reform Institute (Kompas, Oktober 2011), yang menempatkan AB sebagai calon presiden terkuat (13,58 %). AB saat ini adalah Ketua Umum Partai Golkar. Partai yang mencatat sejarah dan ikut terlibat ketika republik ini berada di atas maupun di bawah. Partai yang tetap bertahan walaupun pada 1998 Soeharto lengser dan tuntutan Golkar dibubarkan juga sangat kencang. Tapi biduk karamnya Golkar tak dirasakan seperti yang menerpa Soeharto.
Partai Golkar pada Pemilu 2004 menjadi pemenang, yang kemudian tetap berada di urutan 2 teratas pada Pemilu 2009. Suara Partai Golkar cenderung stabil. Sudah menjadi “bakat genetik” Golkar berada di pemerintahan. Karena bicara opisisi di republik ini ibarat mengharap matahari di tengah malam. Tak ada oposisi sejati, yang ada kepentingan sejati. Posisi AB yang terpilih menjadi ketua umum, lantas menggiring persepsi publik dan suara-suara di internal Partai Golkar menjadikannya calon presiden Pemilu 2014. AB memiliki popularitas, semenjak menjadi ketua umum Hipmi, ketua umum Kadin dan pengusaha papan atas dengan usaha Bakrie & Brothers. Berbekal inilah kekuatan ekonomi dan jaringan AB mulai.
Pada 2011 Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, dan AB menduduki peringkat ke-30 dengan total kekayaan US$ 890 juta. AB memiliki kekuatan ekonomi dalam menjalankan kiprah politiknya. Ini tak bisa dianggap remeh. Termasuk memiliki media yang cukup dikenal (TV One, ANTV dan porta Vivanews.com). Tapi sisi lain AB dan puluhan perusahaannya ini agak tersumbat ketika muncul kasus Lapindo Brantas, Sidoarjo. Lumpur Lapindo yang “sukses” menenggelamkan beberapa desa yang di dalamnya diisi ratusan rumah penduduk, mesjid, madrasah sampai kepada pemakaman umum. Peristiwa atau musibah ini terjadi sejak 200 sampai sekarang.Saking terkenalnya istilah lumpur Sidorajo ini, situs Wikipedia saat ini pun membuat profilnya.
Mata masyarakat tertuju langsung kepada perusahaan yang dimiliki keluarga AB. Tentu mungkin “tragedi lumpur jahanam” ini adalah titik masuk untuk memvonis jika AB tak akan pernah bisa menjadi presiden sampai kapanpun. Dosa sosial, ekonomi dan kemanusiaan AB dan keluarganya sudah terlampau besar. Walaupun sampai saat ini masyarakat terus bingung, antara “bencana alam” atau “ulah sengaja perbuatan manusia”. Lepas dari pilihan “politis” ini, yang jelas korban lumpur jahanam tetap ada, susah hidup, terus mencari keadilan. Rumah, pekarangan, madrasah tempat mereka mengaji dan pemakaman tempat orang-orang tercinta dikuburkan sudah direndam oleh lumpur jahanam.
Di sinilah pertaruhan politik mulai terjadi. Yang jelas adalah saya yakin masyarakat Sidorajo (khususnya Kecamatan Porong) secara absolut mengatakan tidak untuk AB. Sejarah akan membuktikan apakah kekuatan jaringan ekonomi, kekayaan yang melimpah, popularitas (citra baik atau buruk) secara linier akan mempengaruhi elektabilitas masyarakat. Oleh karena itu perjuangan AB taklah mulus, dibanding saat dia mencalonkan diri jadi ketua umum Golkar. Jalan terjal dan berbatu menuju istana merdeka sedang dilaluinya. Saat inilah waktu yang tepat bagi AB untuk menyabit rerumputan dan menyapu bebatuan yang menghalangi jalannya menuju istana. Tapi apakah cukup dengan program prorakyat yang intens diiklankan saat ini? Atau AB lebih memilih datang ke Porong Sidoarjo, kemudian meminta maaf pada masyarakat Sidoarjo dan mengganti seluruh kerugian materil masyarakat Porong? Memang pilihan berat untuk anda, Ical!
Sejarah (Prabowo ) yang Berkabut
Calon kedua adalah Prabowo Subianto (PS). Nama ini sudah sangat populer pada 1998 khususnya. Bukan hanya karena PS menantu Soeharto, dengan kecemerlangannya sebagai jenderal Kopassus, tetapi kasus Mei 1998 yang selalu dikait-kaitkan kepadanya. Penculikan aktivis, Tim Mawar, percobaan kudeta dan varian-varian Mei 1998 diidentikkan dengan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra ini. Popularitas PS tak kalah dari tokoh-tokoh lainnya sampai sekarang. Di setiap iklan politiknya selalu mengenalkan diri, “Saya, Prabowo Subianto …”. Kekayaan PS tak kalah banyak dari Aburizal Bakrie. Waktu Pemilu 2009, kekayaan PS yang dirilis KPU berjumlah 1,7 triliyun (Kompas, Mei 2009). Angka yang fantastis tersebut karena perusahaan kelapa sawit dan perkebunan yang dimilikinya. Pada Pemilu 2009 suara Partai Gerindra hanya 4,6 juta pemilih. Pasangan Megawati-Prabowo pun jauh tertinggal oleh SBY-Boediono.
Partai Gerindra saat ini masih partai kecil. Perolehan suara pada Pemilu 2009 memang bukanlah vonis mati untuk tak berkembang sampai Pemilu 2014. Mesin politik Gerindra harus giat bekerja dari sekarang. Walaupun saya melihat tokoh yang dikenal di Gerindra saat ini oleh publik hanya Prabowo dan Fadli Zon. Kewajiban Gerindra untuk memproduksi tokoh-tokoh muda dan berbakat. Jika yang dimaksud adalah Suhardi, Pius Lustrilanang dan Permadi tentu bukan. Gerindra adalah Prabowo dan Prabowo adalah Gerindra. Gerindra perlu mencontoh dan belajar dari Demokrat, setidaknya pada Pemilu 2004. Membangun image partai seiring dengan sosok SBY.
Ikhtiar politik PS menjadi presiden pada Pemilu 2014 nanti masih sangat terbuka lebar. Bukan pula karena saya mengimani hasil survei Soegeng Sarjadi Syndicate(SSS) yang menempatkan PS di uruan teratas, dengan perolehan 66,5 % suara masyarakat yang disurvei memilihnya (Kompas, Oktober 2011). Terlepas dari kontroversi “dukun politik” yang bernama survei pesanan, faktanya adalah sosok Prabowo menjadi alternatif pilihan presiden Indonesia. Kepercayaan lama tentang keharusan pemimpin nasional harus berlatar Jawa-Non Jawa atau Militer-Non Militer tampaknya masih menjadi keyakinan politik masyarakat kita. Maka figur militer yang tegas, berwibawa dan berani bersikap agaknya dijawab oleh sosok Prabowo. Mungkin karena masyarakat sudah terlalu kecewa dengan mantan tentara yang saat ini menjadi presiden. Sangat jauh dari tegas dan berani bersikap.
Bagi mereka yang percaya dengan mistik-politik, jikalau tak mengatakannya dengan kelompok abangan, maka sosok PS adalah jawaban atas “Jongko Joyoboyo” alias Ramalan Jayabaya. Akhiran nama “to” dan kekuatan supranatural di balik akhiran namanya, setidaknya menjawab interpretasi mistik-politik ini. Terkait hal ini saya pernah menguraikannya di kompasianahttp://politik.kompasiana.com/2011/02/28/prabowo-antara-ramalan-jayabaya-dan-realita-politik/.
Dosa sejarah yang saat ini masih misteri adalah vonis bahwa PS memang terlibat dalam tragedi Mei 1998. Ini mesti dituntaskan lebih dulu agar sejarah tak terus-menerus membohongi generasi bangsa kita. Biar masyarakat tahu, mana Pandawa sesungguhnya dan mana Kurawa sebenarnya. Jawaban melalui buku sudah dilakukan. Pelurusan sejarah sedang diusahakan apapun medianya. Tapi menutup-nutupi sejarah bukanlah solusi atas misteri yang menyelimuti negeri ini. Maka sudah tepat waktunya bagi “Soekarno Kecil” (istilah Permadi untuk Prabowo) saat ini meluruskan sejarah republik. Agar jalan anda menuju istana didukung oleh semesta rakyat Indonesia, setidaknya oleh Raja Jayabaya.
Jalan Setapak Sriwijaya Menuju Istana
Berikutnya yang ketiga adalah Hatta Rajasa (HR). Besan sang presiden ini adalah ketua umum PAN. Posisi PAN dalam Pemilu 2004 menempati urutan ke enam dengan 7,3 juta suara pemilih. Sedangkan Pemilu 2009 memproleh 6,2 juta suara di urutan ke lima. Figur Hatta Rajasa tak sepopuler pendiri PAN yakni Amien Rais. Harus diingat bahwa loyalitas warga Muhammadiyah terhadap PAN tak lagi menjadi ukuran mutlak sikap politik para pemilih. Amien Rais yang tokoh reformasi saja kalah terseok-seok pada Pemilu 2004, apalagi jika menjagokan Hatta Rajasa sebagai presiden 2014. Begitulah bahasa sederhananya. Benar sekali jika HR memiliki kekuatan ekonomi yang lumayan, karena beliau juga pengusaha. Tapi mesti diingat ketokohan HR belum terbukti mampu bersaing dengan figur lain. Ditambah suara PAN yang relatif kecil dalam tiap Pemliu.
HR pun sampai saat ini belum tercatat oleh memori kita akan prestasi yang diberikan untuk masyarakat. Ucapan, tindakan dan sosok yang cenderung kalem, bicara datar-datar saja (normatif), tak mau berkonflik, sikap hati-hati agaknya menjadi indikasi bahwa sosok tegas belum nampak pada dirinya. Bahkan untuk membacakan ijab pernikahan puterinya saja, seorang Hatta Rajasa harus berbicara (terlalu) pelan (inilah opini masyarakat yang greget ketika menyaksikan ijab-qabul pernikahan Ibas-Aliya). Syarat mutlak bagi pemimpin Indonesia ke depan adalah berani bersikap dan tegas. Ditambah hasil survei yang belum ada menempatkan HR di posisi teratas pilihan masyarakat. Jadi perjuangan HR masih jauh dan berat jika tetap berambisi menjadi RI 1. Tapi pahit-pahitnya, minimal kursi RI 2 masih terbuka lebar bagi “Pak Uban” ini.
Busuk Sebelum Berbuah
Keempat adalah figur-figur tua yang namanya pernah ikut pada Pemilu-pemilu sebelumnya. Megawati, Jusuf Kalla dan Wiranto adalah contohnya. Dengan berani saya katakan, Pemilu 2014 nanti, bapak/ibu tak usah lagi bernafsu menjadi presiden! Walaupun survei Jaringan Survei Indonesia (JSI) menempatkan Megawati di urutan teratas (Kompas, Okober 2011). Termasuk Surya Paloh yang pernah ikut kovensi Golkar 2004. Bukan karena apa-apa saya mengatakannya, tapi lebih kepada regenerasi politik ke depan. Betul sekali, 2014 adalah transisi politik dan penyerahan tongkat estafet dari generasi gaek kepada generasi muda. Jangan sampai republik ini mencontohkan pemerintahan gerontokrasi(pemerintahan para gaek) seperti yang terjadi di dunia Arab sana.
Megawati sudah terlampau sepuh. Dua kali ikut Pemilu, dua kali kalah. Begitu juga Wiranto, dua kali ikut Pemilu, ceritanya sama pula, kalah. Pak JK lain ceritanya. Usia yang melampaui Mega dan Wiranto, bahkan di deretan politisi usia JK sudah sangat tua, 69 tahun (2014 akan 71 tahun). Sama halnya dengan “Pak Brewok” yaitu Surya Paloh. Selain kendaraan politik berkaki duanya yang bernama Partai Nasdem dan Ormas Nasdem baru lahir kemarin sore, figur Surya Paloh agak sulit diterima oleh partai politik lainnya, apalagi bagi Golkar.
Terakhir, kelima adalah calon-calon pemimpin muda. Nama Anas Urbaningrum (AU) pasti langsung diingat jika bicara pemimpin muda. Tapi ekpektasi yang berlebihan terhadap sosok AU tak akan terjawab. Nama Anas sudah layu sebelum berkembang, sudah busuk sebelum berbuah. Inilah fakta yang terjadi saat ini. Kasus Nazaruddin membuka lebar mata masyarakat. Harapan pada Anas pupus sudah. Publik sudah kadung kecewa dengan ragam persoalan yang melilit Demokrat, khususnya nasib “Sang Ketua Besar” ini. Lalu nama siapa lagi? Mungkinkah Puan Maharani, puteri mahkota Megawati? Tanpa berpikir panjang orang-orang lantas berkata, jangan dulu, masih bau kencur! Betul adanya, Puan belum menorehkan kiprah politik, laiknya sang ibunda pada zaman Orde Baru. Belum ada catatan prestasi dari Puan. Jadi masih jauh panggang dari api bagi Mbak Puan.
Akhirul Kalam
Inilah sedikit elaborasi saya terhadap nama-nama figur yang dikenal publik dan ramai dibicarakan untuk menggantikan SBY. Memang masih ada nama seperti Djoko Suyanto, Pramono Edhie Wibowo, Hidayat Nur Wahid bahkan Ibu Ani Yudhoyono. Tapi saya meragukan nama-nama ini menjadi RI 1. Terlebih lagi Hidayat Nur Wahid (PKS). PKS belum punya tokoh dan belum punya nyali untuk berani merebut RI 1 atau 2 (pemilu 1999, 2004 dan 2009 adalah buktinya). Apalagi Bu Ani yang sudah “dihambat” oleh sang suami mejadi presiden 2014 nanti (Pidato SBY di Cikeas, Desember 2011). Saya percaya dengan pernyataan SBY ini.
Jadi silahkan republik yang akan memilihnya nanti. Apakah akan terus mempercayai nama-nama di atas untuk memimpin kita, ataukah akan belajar dari sejarah, dan berani berpikir beda. Dengan memilih figur yang tak pernah diperhitungkan selama ini, bahkan yang tak pernah diingat oleh media dan memori kita? Kitalah yang akan menjawabnya kelak. (SUMBER : http://politik.kompasiana.com/2012/01/19/menguliti-bakal-calon-presiden-indonesia-2014/ )