Senin, 11 Februari 2013

SBY dan 36 Capres 2014


INILAH.COM, Jakarta - Respons Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terhadap 36 tokoh yang ingin maju sebagai calon presiden pada Pilpres 2014, cukup konstruktif. SBY meminta media/pers bersikap obyektif dan adil serta tidak tebang pilih dalam memberitakan para tokoh itu. Agar rakyat punya banyak pilihan.
"Sekarang ada 36 (orang). Yang penting masing-masing memperkenalkan dirinya, dan media massa jangan terlalu 'tebang pilih' kepada mereka. Maka, berikan peluang pada mereka secara obyektif, adil dan fair, sehingga pada2014 muncul tokoh yang dipilih oleh rakyat dan disukai rakyat," tegas SBY.
SBY mengaku menyambut baik keinginan puluhan individu tersebut. Baginya, dengan banyak calon itu baik, sebab makin banyak yang ingin memimpin dan berbuat lebih baik bagi rakyat, maka patut disyukuri.
“Banyak pilihan, semua harus calon mendapat peluang untuk tampil," kata Presiden SBY saat menyampaikan kuliah umum tentang telaah demokrasi nasional 2013 dalam acara yang diselenggarakan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Jakarta, Selasa (15/1).
SBY menilai ada 36 capres yang bakal tampil dan perlu peliputan media yang adil dan seimbang. Ke-36 tokoh kandidat Capres itu di antaranya, Aburizal Bakrie, Anas Urbaningrum, Anies Baswedan, Chairul Tanjung, Dahlan Iskan, Din Syamsuddin, Djoko Suyanto, Hari Tanoesoedibjo, Hatta Rajasa, Hidayat Nur Wahid, Jokowi, Jusuf Kalla, Kristiani Herrawati, Luthfi Hasan, Mahfud MD, Marzuki Alie, Megawati Soekarnoputri, Prabowo Subyanto, Pramono Edhie, Puan Maharani, Rhoma Irama, Rizal Ramli, Sri Mulyani, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Surya Paloh, Suryadharma Ali, Wiranto, serta Yusril Ihza Mahendra,
Demokrasi Indonesia menuntut kematangan masyarakat kalau ingin maju. Demokrasi substansial harus diwujudkan dengan membentuk pemerintahan yang bersih dan antikorupsi, serta memiliki rencana pembangunan jangka pendek, menengah dan jangka panjang. Krisis ekonomi di AS dan Eropa harus jadi pelajaran berharga.
Dalam kaitan ini, kematangan demokrasi bakal mendorong tumbuhnya kehidupan sosial kemasyarakatan yang baik sehingga mendorong semua sektor kehidupan berkembang termasuk peningkatan kapasitas ekonomi yang berujung pada kesejahteraan rakyat.
Manakala demokrasi sudah matang dan stabil, ekonomi akan tumbuh baik, karena dukungan publik makin kuat, sense of belonging dan ownership juga menguat sehingga keadilan dan kesejahteraan akan tumbuh dengan baik.
Jika tak ada aral, kematangan demokrasi Indonesia akan terwujud pada 10 tahun hingga 15 tahun mendatang. Baik demokrasi maupun ekonomi sama pentingnya dan harus dapat berjalan beriringan, dengan penegakan hukum yang kuat dan checks and balances yang terjaga.
Tentu, selalu ada pertanyaan apakah suatu negara mengutamakan demokrasi atau ekonominya? Sejarah mencatat bahwa di Indonesia era Orde Baru, ekonomi berkembang namun dalam situasi demokrasi yang tidak bebas dan kemudian sejarah juga mencatat ada reformasi yang mengoreksi hal tersebut.
Sayang bahwa demokrasi kriminal justru kian merebak di negeri ini pada era reformasi akibat merajalelanya korupsi. Untuk itu, harus ada kontrol dan koreksi dari civil society agar pemilu presiden 2014 berjalan bersih, jujur dan adil, sehingga bangsa ini terbebas dari ketidakpastian reformasi dan memburuknya iklim demokrasi akibat korupsi dan politik transaksional. Akankah itu terwujud? Yang jelas, jalan ke depan makin terjal. [berbagai sumber]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar